Ilmu Adab membaca Al-Quran
a. Pengertian
Al-qur’an adalah kamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril sebagai suatu mu’jizat yang paling agung. Bahwasanya Allah yang
maha agung serta mulia mempunyai para ahli dari golongan manusia. Dikatakan
“siapakah mereka ya Rasulallah?” Rasulullah SAW. Bersabda: ahlu al-Qur’an,
mereka adalah ahlullah yang telah dikhususkan dan telah diistimewakan oleh
Allah.
Allah SWT. Tidak akan menerima suatu amal perbuatan kecuali perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas, tulus serta benar maksud ketulusan atau kemurniannya suatu perbuatan itu sendiriadalah sesuatu yang dituntut untuk dilakukan semata pada Allah SWT sedangkan kebanaran suatu perbuatan yakni sesuai dengan dasar-dasar tujuan syar’i.
Oleh karena itu bagi pembaca al-Qur’an hendaknya melakukan serta menyiapkan suatu yang berhubungan dengan adab-adab ketika membaca al-Qur’an, karena selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, belajar ilmu tajwid, kita harus belajar dan mengetahui belajar dan mengatahui adab(tata krama) ketika membaca al-Qur’an
b. Adab-adab ketik membaca al-qur’an diantaranya
> Disunahkan untuk berwudlu dalam membaca al-Qur’an karena itu adalah dzikir yang paling utama. Rasulullah saw membenci jika ada orang yang berdzikir epada Allah kecuali dalam keadaan suci. Seperti yang telah ditetapkan dalam hadis
> Disunahkan membaca ditempat yang bersih lebih utamanya dimasjid, dan ada sekelompok ulama yang memakruhkan membaca al-qur’an dikamar mandi dan dijalanan
> Disunahkan untuk duduk sambil menghadap kiblat dengan khusuk, tenang dan menunudukkan kepala
> Disunahakan untuk bersiwak sebagai bentuk pengagungan dan pensucian. Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad yang baik secara merfuk. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”.
> Disunahkan untuk membaca tauwud sebelum membaca al-Qur’an.Seperti firman Allah yang artinya “jika kamu membaca al-Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari godaan syetan yan terkutuk”.
Beberapa pendapat tentang bacaan ta’awud
c. Pendapat para ulama mengeraskan suara ketika membaca al-Qur’an
beberapa hadis yan memerintahkan untuk mengeraskan suara ketika membaca
al-Qur’an dan ada hadis yang memerintahkan untuk memebaca dengan lirih,
diantaranya:
pertama adalah hadis shahih Bukhori Muslim: “Allah tidak mengizinkan untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seoran nabi yang bagus suaranya untuk menyanyikan al-Qur’an dengan suara keras”.
kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu dawud, Turmidzi dan Nasa’I : “orang yang membaca al-Qur’an dengan keras seperti orang yang terang-terang dalam bersedekah, dan oran yan g membaca al-Qur’an dengan lirih aseperti orang yang merahasiakan sedekah”.
An-Nawawi berkata : “pengumpulan dari dua hadis ini adalah bahwa membaca al-Qur’an dengan lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan adanya riya, atau orang yang sedang melakukan shalat atau orang yang tidur merasa terganggu dengan bacaan kerasnya. Dan membaca dengan suara keras adalah lebih baik pada waktu yan lainn ya. Karna perbuatan untuk mengeraskan itu untuk memperbanyak amal, karena faidahnya akan melimpah pada para pendengar, membangunkan hati pembaca itu sendiri, menarik perhatiannya untuk berfikir, dan pendengarannya kearahnya, menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat.
Dan pengumpulan seperti nini dikuatkan oleh sebuah hadis Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Abu Sa’id: Rasulullah SAW. Beriktikaf di dalam masjid maka beliau mendengar para sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, maka beliauo membuka takbir dan berkata: “ingatlah kalian bahwa semua ini sedang bermunajad kepada tuhan kalian. Maka janganlah kalian saling menggangngu dan janganlah saling meninggikan suara untuk membaca”.
Sebagian dari mereka berkata : disunahkan untuk membaca dengan keras pada suatu-waktu dan membaca dengan lirih diwaktu yang lain. Karena membaca dengan lirih itu kadang-kadang merasa bosan dan menjadi semangat dengan suara yang keras. Dan yan membaca dengan suara yang keras itu kecapaian dan beristirahat dengan bacaan yan lirih.
d. Perbandingan antara membaca dari mushaf dan dari hafalan
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada membaca dari hafalan karena
melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An-Nawawi berkata
“demikianlah yang dikatakan oleh sahabat-sahaba kami dan para ulama salaf dan
aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat”.
Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-beda dari orang yant sartu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang itu bis akhusu’ dan merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari hafalannya. Dan dipilih membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa membaca dengan dan lebih dapat merenungkannya dari pada dia membaca dari mushaf maka ini pendapat yang lebih baik.
e. Perselisihan ulama tentang lebih utama membaca sedikit dengan
tartil atau membaca dengan cepat dan banyak
Telah brbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata: sesungguhnya pahala
membaca al-Qur’an dengan tartil itu pahalanya lebih banyak, pahala dan bacaanya
yang banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap huruf itu terkandung
sepuluh kebaikan.
Didalam Burhad krya az-Zarkasi : kesempurnaan tartil adalah dengan membaca tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas huruf-hurufnya agar setiap huruf tidak dimasukan kedalam huruf yang lainnya. Ada yang mengatakan hal itu tingkat kerendahannya dan yang paling sempurna adalah membacanya sebagaimana kedudukannya jika membaca ayat-ayat ancaman maka dia melafdzkannya seperti iti, jika membacanya ayat pengagungan maka dia melafadzkan seperti itu
f. Hal-hal yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketika membaca al-Qur’an
1. Tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasaarab) secara mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar salat.
2. Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna
3. Dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya. Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada manusia dengannya
4. Dimakruhkan untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan tentang ayat ini” karena ada hadis dari Bukhori Muslim yang lelarang tentang hal itu
5. Dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-Halimi berkata : karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat yang shahih: Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai. Demikian juga makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau memandang hal-hal yang remeh dan sia-sia.